Program Magister Biologi, Fakultas Sains dan Matematika (FSM), Universitas Diponegoro, menyelenggarakan General Lecture bertajuk “Endometrial and Cervical Cancer: Update on Incidence, Mortality, and Novel Diagnostic Measures” pada Kamis, 8 Mei 2025. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom dan menghadirkan narasumber internasional, Prof. Martin Widschwendter dari Universität Innsbruck, Austria.
Kegiatan yang berlangsung selama dua jam ini dimoderatori oleh Rasyidah Fauzia Ahmar, M.Si., dan diikuti oleh dosen dan mahasiswa. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari rangkaian program World Class University. Acara diawali dengan sambutan dari Dr. Eng. Adi Wibowo, S.Si., M.Kom., selaku Wakil Dekan Bidang Sumber Daya FSM UNDIP. Dalam sambutannya, beliau menyoroti pentingnya topik yang dibahas, khususnya terkait kanker endometrium dan serviks, dalam konteks tantangan kesehatan global yang semakin kompleks, serta menyampaikan harapan untuk membuka peluang kolaborasi riset antara FSM UNDIP dan Universität Innsbruck di masa mendatang.
Dalam paparannya, Prof. Widschwendter menjelaskan peran metilasi DNA, khususnya pada wilayah CpG island, dalam perkembangan kanker, dengan fokus utama pada kanker endometrium (EC). Ia menekankan pentingnya deteksi dini EC, terutama pada pasien dengan gejala abnormal bleeding. Beberapa metode yang digunakan saat ini, seperti USG (mengukur ketebalan endometrium >3 mm), histeroskopi (bersifat invasif), dan TVS (Transvaginal Sonography), dinilai masih memiliki keterbatasan dari segi sensitivitas dan spesifisitas.
Lebih lanjut, Prof. Widschwendter mengangkat isu kesenjangan diagnostik berdasarkan ras, di mana perempuan kulit hitam cenderung memiliki tingkat sensitivitas yang lebih rendah dalam deteksi dini EC dan menghadapi keterlambatan diagnosis, sehingga meningkatkan risiko mortalitas. Ia juga menunjukkan perbedaan subtipe EC, dengan perempuan kulit hitam lebih banyak menunjukkan subtipe serous (29%), sedangkan perempuan kulit putih lebih banyak mengalami subtipe endometrioid grade 1/2 (47%).
Dalam sesi diskusi dan tanya jawab, Prof. Widschwendter memperkenalkan teknologi deteksi terbaru yang tengah dikembangkan, yaitu Women’s Innovative Diagnostics (WID). Teknologi ini memanfaatkan analisis metilasi DNA spesifik menggunakan metode qRT-PCR, dan mampu mencapai sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90 persen.
Melalui kegiatan Visiting Professor Program ini, FSM UNDIP terus memperluas jejaring internasional serta menghadirkan wawasan mutakhir kepada sivitas akademika dalam bidang biomedis dan diagnostik molekuler.
[Komunikasi Publik/FSM/Meilia]