Fakultas Sains dan Matematika (FSM) Universitas Diponegoro kembali menunjukkan komitmennya dalam penguatan sains berbasis aksi nyata melalui program kolaboratif internasional yang dilaksanakan di Desa Bedono, Sayung, Kabupaten Demak. Kegiatan puncak program ini berlangsung pada Sabtu, 19 Juli 2025, dan menjadi momentum penting dalam transformasi Desa Bedono menjadi laboratorium hidup (living lab) bertaraf internasional.
Desa yang selama ini dikenal sebagai wilayah paling terdampak abrasi dan banjir rob di pesisir utara Jawa, kini menjelma menjadi laboratorium hidup (living lab) berkat kolaborasi strategis yang digagas oleh FSM UNDIP melalui Cluster for Paleolimnology (CPalim). Program ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Pengabdian Masyarakat Internasional yang didukung oleh Program World Class University (WCU) SDGs Fakultas Sains dan Matematika UNDIP. Dalam kegiatan ini, FSM UNDIP menggandeng mitra internasional dari Belanda, yakni CoPSEL (Communication, Participation & Social Ecological Learning) Van Hall Larenstein University of Applied Sciences dan Knowledge, Technology, and Innovation (KTI) Group Wageningen University & Research.
“Living Lab Bedono tidak hanya menjadi ruang belajar lintas aktor, tetapi juga menjadi bukti konkret bahwa sains dapat menjawab tantangan nyata masyarakat,” ujar Prof. Dr. Tri Retnaningsih Soeprobowati, M.App.Sc., Guru Besar FSM UNDIP sekaligus Direktur CPalim. Melalui pendekatan Nature-Based Solutions (NbS), kegiatan ini mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan pengetahuan lokal dalam menghadirkan solusi berbasis ekosistem untuk meningkatkan ketahanan sosial-ekologis masyarakat pesisir. Beberapa capaian penting dalam kegiatan ini antara lain:
- Penanaman lebih dari 2.000 bibit mangrove di lahan yang terdampak abrasi.
- Pembuatan jalur wisata edukatif “Terowongan Mangrove Mina Bedono”.
- Pendampingan mahasiswa KKNT31 FSM UNDIP dalam merancang papan informasi edukatif dan infrastruktur ekowisata.
- Pemberdayaan kelompok perempuan pelaku UMKM melalui pelatihan promosi digital dan pengemasan produk hasil laut, dengan dukungan dari Bank Indonesia.
Puncak kegiatan berlangsung pada 19 Juli 2025, ditandai dengan transisi mahasiswa KKNT31 Kloter 1 ke Kloter 2 sebagai bagian dari siklus pembelajaran berkelanjutan. Proses ini menjadi refleksi nyata bagaimana mahasiswa FSM UNDIP tidak hanya menjadi pelaku akademik, tetapi juga agen perubahan di tengah masyarakat.
Kehadiran dua akademisi Belanda, Prof. Loes Witteveen dan Dr. Rico Lie, memperkuat dimensi internasional program ini. Prof. Loes menyatakan bahwa Bedono bukan hanya lokasi terdampak, melainkan ruang belajar bersama di mana pengetahuan ilmiah dan lokal saling melengkapi. Sementara itu, Dr. Rico Lie menegaskan bahwa kekuatan Living Lab terletak pada keterlibatan nyata masyarakat. Baginya, pengalaman Bedono merupakan model konkret bagaimana pengetahuan dapat terhubung langsung dengan tindakan komunitas.
Living Lab Bedono menjadi model kolaboratif yang relevan untuk direplikasi di kawasan pesisir lainnya di Indonesia. FSM UNDIP menegaskan bahwa sinergi antara perguruan tinggi, masyarakat, dan mitra global adalah kunci dalam menciptakan masa depan yang tangguh dan berkelanjutan.
Berita selengkapnya mengenai kegiatan ini telah diliput oleh media dan dapat dibaca melalui tautan berikut: